Inal, Nia, Aska, Yanti, Attar, dan Ondeng berjuang keras mendapatkan pendidikan di sekolah gratis yang dibangun oleh gurunya. Inal yang buta dan ondeng yang memiliki “keterbelakangan” harus melalui perjalanan berliku dari dan ke sekolah. Kemampuan ondeng dalam menggambar sketsa membuatnya selalu “mencatat” segala sesuatu yang ia sukai: kehidupan ayahnya sebagai nelayan dan jembatan rapuh yang selalu dilalui teman-temannya. tujuannya: membangun jembatan. Ketika jembatan rapuh itu runtuh saat mereka sedang menyeberang, hal itu tidak menyurutkan semangat mereka. Pemikiran ondeng yang selalu mengingat ayahnya dan ketakutannya ditinggalkan oleh ayahnya membuat ondeng lepas kendali dan tidak menyadari bahayanya menaiki perahu sendiri menuju laut.